skip to main | skip to sidebar

Tentang Antropologi, Sosial, Budaya, Musik, dan Sesuatu :)

"Kalau Anda hanya melihat riak gelombang, Antropolog menyelami dalamnya dasar lautan."

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Archives
  • Contact Us

Rabu, 26 Oktober 2011

Wawancara Etnografis

Diposting oleh Ypdn di 04.58
          Ketika kita mempelajari wawancara etnografis sebagai peristiwa percakapan, maka kita melihat bahwa banyak ciri yang sama dengan percakapan persahabatan. Dalam kenyataan, seorang etnografer berpengalaman seringkali mengumpulkan banyak data melalui pengalaman terlibat serta berbagai macam percakapan sambil lalu, percakapan persahabatan. Mereka mungkin mewawancarai orang-orang tanpa kesadaran orang-orang itu, dengan cara sekadar melakukan percakapan biasa tetapi etnografer memasukkan beberapa pernyataan etnografis ke dalam percakapan itu.
          James P. Spradley beranggapan bahwa yang paling baik jika kita berpendapat bahwa wawancara etnografis merupakan serangkaian  percakapan persahabatan yang kedalamnya peneliti secara perlahan memasukkan beberapa unsur baru untuk membantu informan memberikan jawaban sebagai seorang informan. Pemakaian secara ekslusif beberapa unsur etnografis yang baru ini; atau memasukkan unsur-unsur itu terlalu cepat akan membuat wawancara itu seperti interogasi formal.
          Tiga unsur etnografis yang paling penting adalah tujuan yang eksplisit, penjelasan, dan pertanyaannya yang bersifat etnografis.
  1. Tujuan yang eksplisit. Ketika seorang etnografer bertemu dengan seorang informan untuk melakukan suatu wawancara, maka keduanya menyadari bahwa pembicaraan itu selayaknya mempunyai arah. Informan mempunyai ide yang tidak jelas; dan etnografer harus menjelaskannya. Setiap kali mereka bertemu, maka perlu untuk mengingatkan informan kemana arah pembicaraan itu. Karena wawancara etnografis melibatkan tujuan dan arah, maka percakapannya cenderung lebih formal dibandingkan dengan percakapan persahabatan. Tanpa perlu menjadi otoriter, etnografer secara perlahan mengontrol pembicaraan, dengan cara mengarahkan pembicaraan itu ke arah jalur-jalur yang menuju pada penemuan pengetahuan budaya informan.
  2. Penjelasan etnografis. Sejak pertemuan pertama sampai wawancara terakhir, etnografer secara berulang-ulang harus memberikan penjelasan kepada informan. Sambil mempelajari budaya informan, informan juga belajar beberapa hal - Ada berbagai penjelasan yang akan memudahkan proses ini.
    • Penjelasan proyek. Penjelasan ini mencakup berbagai pernyataan yang paling umum tentang proyek itu. Etnografer harus menerjemahkan tujuan melakukan etnografi itu dan menggali pengetahuan budaya informan dengan menggunakan istilah yang dapat dimengerti oleh informan.
    • Penjelasan perekaman. Penjelasan ini mencakup semua pernyataan mengenai pencatatan berbagai hal serta berbagai alasan melakukan perekaman dalam wawancara. "Saya akan mencatat beberapa dalam percakapan ini," atau "Saya akan merekam percakapan ini sehingga saya dapat mengulanginya nanti; Apakah Anda bersedia?"
    • Penjelasan bahasa asli. Karena tujuan etnografi adalah mendeskripsikan kebudayaan dalam istilahnya sendiri, maka etnografer harus mendorong informan untuk berbicara dengan cara yang sama ketika mereka berbicara dengan orang lain dalam suasana budaya mereka sendiri. Penjelasan ini akan mengingatkan informan untuk tidak menggunakan keahlian penerjemahan mereka.
    • Penjelasan wawancara. Secara perlahan, selama beberapa pekan wawancara, biasanya informan menjadi sangat pandai memberikan informasi budaya kepada etnografer. Kemudian kita dapat memulai dari model percakapan persahabatan sampai akhirnya memungkinkan untuk meminta informan melakukan tugas-tugas seperti menggambarkan sebuah peta atau menyeleksi beberapa istilah yang tertulis dalam kartu. Pada saat-saat itu, perlu untuk memberikan penjelasan mengenai model wawancarayang akan dilaksanakan.
    • Penjelasan pertanyaan. Alat utama yang digunakan oleh etnografer untuk menemukan pengetahuan budaya orang lain adalah pertanyaan etnografis. Karena terdapat berbagai jenis yang berbeda, maka penting untuk menjelaskannya sebagaimana pertanyaan itu digunakan.
  3.  Pertanyaan etnografis.
    •  Pertanyaan deskriptif. Tipe pertanyaan ini memungkinkan seseorang untuk mengumpulkan satu sampel yang terjadi dalam bahasa informan. Pertanyaan deskriptif merupakan tipe pertanyaan yang paling mudah untuk diajukan dan digunakan dalam semua wawancara. Contohnya adalah: "Dapatkah Anda memberitahu saya hal-hal yang Anda lakukan di kantor Anda?" atau "Dapatkah Anda mendeskripsikan tentang konferensi yang Anda hadiri?"
    • Pertanyaan struktural. Pertanyaan jenis ini memungkinkan etnografer untuk menemukan informasi mengenai domain unsur-unsur dasar dalam pengetahuan budaya seorang informan. Pertanyaan-pertanyaan itu memungkinkan kita untuk menemukan bagaimana informan mengorganisir pengetahuan mereka. Contoh pertanyaan struktural ini adalah: "Ikan macam apa saja yang Anda tangkap selama liburan?"
    • Pertanyaan kontras. Etnografer ingin menemukan berbagai hal yang dimaksudkan oleh informan dengan berbagai istilah yang digunakan dalam bahasa aslinya. Pertanyaan kontras memungkinkan etnografer menemukan dimensi makna yang dipakai oleh informan untuk membedakan berbagai objek dan peristiwa dalam dunia mereka. Satu pertanyaan kontras yang khas adalah, "Apa perbedaan antara ikan bass dengan nothern pike?"
Daftar Pustaka
Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana Yogya.
    0 komentar
    Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

    Etnologi, Etnografi dan Primitif

    Diposting oleh Ypdn di 03.41
              Dalam ilmu antropologi budaya kita akan sering menjumpai istilah etnologi dan etnografi. Namun kebanyakan orang tidak mengetahui perbedaan antara kedua istilah tersebut. Dahulu pengertian etnologi adalah ilmu pengetahuan yang tugasnya menyelidiki kebudayaan masyarakat primitif. Dalam bahasa Indonesia etnologi lazim disebut "ilmu bangsa-bangsa".
              Dr. H. lh. Fischer memakai istilah antropologi kultural untuk etnologi karena tidak lagi membatasi penyelidikan pada bangsa primitif saja, tetapi sudah meluas pada penyelidikan kebudayaan pada umumnya, terutama kebudayaan bukan bangsa barat. Kebudayaan bukan bangsa barat ini bukanlah kebudayaan yang "tertinggal" tetapi kebudayaan ini memiliki nilai-nilainya sendiri yang berbeda dari bangsa barat.
              Sedangkan untuk pengertian etnografi yaitu uraian atau lukisan tentang kebudayaan suatu bangsa tertentu, jadi yang diselidiki ini bersifat khusus. Setelah bahan-bahan etnografi ini terkumpul, lalu diadakan perbandingan untuk diketahui sifat-sifat dan faktor-faktor yang sama sehingga diperoleh hal-hal yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan yang umum inilah tugas dari etnologi.

    Bangsa primitif
              Kekeliruan yang terjadi mengenai bangsa primitif yaitu bangsa primitif dianggap sebagai bangsa yang kebudayaannya baru pada taraf permulaan atau kebudayaan yang masih rendah sekali.
    Sifat-sifat dari bangsa primitif ini diantaranya:
    1. Hidup terasing (Isolement) yaitu hubungan dengan dunia luar sangat terbatas
    2. Bergantung kepada alam
    3. Kolot atau konservatif yaitu kebudayaannya berlangsung sangat lambat. Masyarakatnya statis sehingga cenderung tidak ada perubahan.
    4. Sedikit diferensiasi (Kemampuan untuk membedakan).
    Daftar Pustaka
    Widagdo, Drs dan Sudrajat. 196(...). Ethnologie Indonesia. Jakarta: Penerbit (...).
      0 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

      Jumat, 21 Oktober 2011

      Emik dan Etik

      Diposting oleh Ypdn di 23.08
                Sebagian besar buku teks pengantar dalam antropologi menyebut disiplin ini bersifat "holistik" dan "komparatif". Perspektif antropologi adalah holistik karena mencoba mengkaji pengalaman manusia secara keseluruhan (Ember dan Ember, 1996). Bahwasanya, berbeda dari ilmuwan politik, sosiologi, atau ekonomi, antropolog berupaya melihat keluar dari perilaku politik, sosial, atau ekonomi, dan mempelajari saling keterkaitan di antara semua faktor kehidupan manusia ini dan untuk mempelajari hubungan-hubungan di antaranya. Tentu saja, antropolog berupaya menggabungkan lebih banyak lagi faktor ke dalam analisis "holistik" mereka, termasuk biologi, ekologi, linguistik, sejarah, dan ideologi. Perspektif antropologi itu komparatif karena disiplin ini mencari informasi dan menguji ekslpanasinya di kalangan semua kebudayaan prasejarah, sejarah, dan kontemporer yang terhadap kebudayaan-kebudayaan tersebut antropolog memiliki akses.
                Pendekatan antropologi mungkin tidak selalu holistik dan komparatif dalam praktiknya, tetapi antropologi adalah satu-satunya disiplin dalam ilmu sosial yang membangun holisme dan pembandingan sebagai sasaran ideal yang hendak dicapai. Oleh karena itu, antropologi merupakan satu-satunya disiplin ilmu sosial yang secara sistematik memerhatikan  perbedaan antara pengetahuan emik dan etik.
                Pembedaan antara emik dan etik itu analog dengan pembedaan antara fonemik dan fonetik; adalah ahli linguistik, seperti  Kenneth L. Pike (1967), yang membangun istilah emik dan etik dari analogi tersebut. Secara sangat sederhana, emik mengacu kepada pandangan warga masyarakat yang dikaji (native's viewpoint); etik mengacu kepada pandangan si peneliti (scientist's viewpoint). Konstruksi emik adalah deskripsi dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh partisipan dalam suatu kejadian atau situasi yang dideskripsikan dan dianalisis. Konstruksi etik adalah deskripsi dan analisis yang dibangun dalam konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh komunitas pengamat ilmiah.
                Marvin Harris adalah salah satu pendukung utama bagi pembedaan emik/etik dalam kajian antropologi. Ia menawarkan suatu pemikiran yang berguna dalam membedakan pernyataan-pernyataan emik dan etik atas dasar epistemologi.
      "Kerja emik mencapai tingkat tertinggi tatkala mengangkat informan native pada status penilai tertinggi bagi kecukupan deskripsi dan analisis pengamat. Pengujian kecukupan dari analisis emik adalah kemampuannya menghasilkan pernyataan-pernyataan yang dapat diterima native sebagai nyata, bermakna, atau sesuai ... Kerja etik mencapai tingkat tertinggi tatkala mengangkat pengamat kepada status penilai tertinggi dari kategori-kategori dan konsep-konsep yang digunakan dalam deskripsi dan analisis." (1979:31).
                Semua manusia memiliki teori-teori mengenai hakikat kemanusiaan; kebanyakan manusia memiliki teori yang tidak lebih dari teori-teori spesifik secara kebudayaan. Jika kita ingin melakukan kajian ilmiah mengenai kondisi manusia, kita harus membedakan antara teori-teori yang kita miliki sebagai individu-individu yang terenkulturasi dan teori-teori yang kita miliki sebagai ilmuwan.


      Daftar Pustaka
      Saifuddin, Achmad Fedyani, Ph.D. 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana.
      0 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

      Jerawat Sesuatu Banget .. :)

      Diposting oleh Ypdn di 21.44
                Jerawat memang sesuatu banget. Ya, sesuatu! Sesuatu yang membuat rasa percaya diri menurun derastis, sesuatu yang membuat risih karena terkadang jerawat terasa gatal sehingga mendorong kita untuk menyentuhnya, sesuatu yang menjadi cikal bakal "kanker" alias kantong kering karena orang yang disinggahi jerawat akan berusaha dengan segala upaya agar jerawat bisa pergi selamanya dari dirinya termasuk dengan facial, atau membeli produk antiacne yang harganya tidak bisa dibilang murah.
                Jerawat timbul saat kelenjar minyak di bawah permukaan folikel rambut di kulit menghasilkan terlalu banyak sebum. Kulit wajah yang kotor bukanlah penyebab utama jerawat. Justru perubahan hormon lah sebagai penyebab timbulnya jerawat. Ketidakseimbangan hormon tadi akan menyebabkan produksi sebum berlebih. Selain masa puber, ketidakseimbangan hormon juga dialami oleh wanita hamil, siklus menstruasi, serta menopause.
                Awal perkenalanku dengan jerawat yang lumayan banyak adalah ketika erupsi merapi 2010. Dulu sebelumnya aku tidak pernah berjerawat (bisa dilihat pada foto profilku). Jerawat itu menyerang mukaku bagian atas alis mata. Namun jerawat di mukaku yang lumayan itu bisa dengan cepat hilang dengan usaha rajin cuci muka dalam waktu 2 minggu.
                Bagaikan mengulang mimpi buruk yang sama, bahkan lebih buruk! Pada Mei 2011 tepatnya saat aku sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian SNMPTN, di mukaku muncul jerawat satu-persatu. Jerawat itu semakin banyak sampai pada Juni 2011 aku pulang ke Lampung. Di Lampung lah mukaku menjadi langit penuh bintang bertaburan, jerawat telah meluluhlantahkan rasa percaya diriku. Padahal justru saat pulang kampung itu aku paling rajin mencuci muka (3 jam sekali) tetapi mengapa jerawat di mukaku tak juga sirna? Sampai akhirnya aku berangkat ke Jogja lagi dan konsultasi dengan bapak pemilik apotek dekat tempat tinggalku. Aku diberi kapsul, krim malam, dan pembersih yang harus ku bayar dengan harga yang mahal bagiku. Hasilnya memang jerawatku yang rata itu 99% hilang dan bekasnya pun dengan cepat memudar. Namun karena harganya yang tidak bisa dibilang murah aku berhenti memakainya dan 2 minggu setelah keberhentianku memakai rangkaian produk tersebut jerawat kembali memenuhi mukaku. Aku hampir putus asa karena segala cara telah ku lakukan namun hasilnya belum juga maksimal.
                Sampai akhirnya saat hari Rabu 12 Oktober 2011 aku mengikuti kuliah Antropologi Ragawi yang diampu oleh Prof. drg. Etty Indriati, Ph.D di Laboratorium Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada dengan topik bahasan variasi warna kulit. Bahasannya sangat menarik mulai dari variasi warna kulit hingga cara-cara yang baik untuk merawat kulit. Satu kalimat Beliau yang sangat membantuku yaitu "orang yang suka makan sayuran akan semakin cerah warna kulitnya karena mengandung karoten. Vitamin yang baik untuk kulit seperti vitamin C sebagai antioksidan, vitamin E untuk menghaluskan kulit, satu lagi vitamin A untuk acne (jerawat)". Mulai dari situ aku rutin mengkonsumsi vitamin A (dari IPI Vitamin), Vitamin C (dari CDR), Vitamin E (dari Susu). Setelah 2-3 hari aku sudah merasakan manfaatnya. Jerawat yang tadinya besar-besar dan banyak, sekarang sudah mengecil dan sebagian hilang (Semoga semakin hari jerawatku semakin sedikit dan akhirnya hilang, amin).
                Rasa penasaran dan heranku muncul, karena yang aku tahu vitamin A itu berguna untuk kesehatan mata tetapi ternyata bisa untuk mengobati jerawat. Pikiranku kembali ke masa lalu saat aku sibuk-sibuknya belajar untuk SNMPTN. Dalam sehari aku bisa menghabiskan waktu 12 jam lebih untuk membaca. Hal itu membuat mataku sering merasa lelah. Hingga kini aku sadar, sejak perjuangan untuk SNMPTN itu kadar vitamin A dalam tubuhku hanya terfokus untuk menyehatkan organ mata sedangkan organ lain kekurangan vitamin A. Semoga setelah mendapat pengetahuan yang amat berharga ini harapanku untuk membuat jerawat sirna dapat terwujud, amin. :)
      5 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

      Kamis, 20 Oktober 2011

      Epistemologi : Beberapa Pengertian Dasar

      Diposting oleh Ypdn di 07.42
                Salah satu objek kajian yang menyibukkan filsafat - paling tidak sejak munculnya kaum Sofis pada zaman Yunani Kuno sampai dewasa ini - adalah gejala pengetahuan. Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut Epistemologi. Istilah "epistemologi" sendiri berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pemikiran, ilmu. Kata "episteme" dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk "menempatkan sesuatu dalam kedudukan setempatnya". Selain kata "episteme", untuk kata "pengetahuan" dalam bahasa Yunani juga dipakai kata "gnosis", maka istilah "epistemologi" dalam sejarah pernah juga disebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoretis tentang pengetahuan, epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie).
                Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Pertanyaan pokok "bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?" mau dicoba untuk dijawab secara saksama. Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan tentang bagaimana proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif), tetapi perlu membuat penentuan mana yang betul dan mana yang keliru berdasarkan norma epistemik. Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi-asumsi, cara kerja atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.


      Cara Kerja Epistemologi
                Pengetahuan bukan hanya menjadi objek kajian ilmu filsafat, tetapi juga ilmu-ilmu lain, seperti ilmu psikologi kognitif dan sosiologi pengetahuan. Yang membedakan ilmu filsafat secara umum dari ilmu lain bukanlah objek materialnya atau apa yang dijadikan bahan kajian, tetapi objek formal atau pendekatannya: bagaimana objek yang dijadikan bahan kajian itu didekati. Ciri khas cara pendekatan filsafat terhadap objek kajiannya tampak dari jenis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar. Filsafat bermaksud secara kritis menggugat serta mengusik pandangan dan pendapat umum yang sudah mapan. Bukan sekedar cari perkara, tetapi guna merangsang orang untuk berpikir secara lebih serius dan bertanggung jawab. Tidak asal menerima pandangan atau pendapat umum. Juga dalam hal pengetahuan. Misalnya kalau pengetahuan secara umum dianggap sama dengan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan dianggap identik dengan sains, maka lingkup pengetahuan manusia menjadi dipersempit. Penyempitan paham pengetahuan seperti ini, sebagaimana terjadi dengan paham saintisme, jelas telah dan akan mempermiskin kekayaan budaya manusia dan perlu ditanggapi dengan kritis.
                Seperti sudah tersirat dari rumusan pengertian tentang apa itu epistemologi, pertanyaan-pertanyaan filosofis yang bersifat umum dan mendasar dalam hal pengetahuan misalnya: Apa itu pengetahuan? Apa ciri-ciri hakikinya dan mana batas-batas ruang lingkupnya? Apa beda antara pengetahuan dan pendapat? Apa beda pengetahuan dengan kepercayaan? Bagaimana proses manusia mengetahui dapat dijelaskan dan bagaimana struktur dasar budi atau pikiran manusia itu bisa dijelaskan sehingga pengetahuan itu mungkin bagi manusia? Apa peran imajinasi, introspeksi, intuisi, ingatan, persepsi indrawi, konsep, dan putusan dalam kegiatan manusia mengetahui? Apa artinya dan mana tolok ukurnya untuk dapat secara rasional dan bertanggung jawab menyatakan bahwa "saya tahu sesuatu"? Sungguhkah manusia dapat tahu? Bukankah sering terjadi bahwa orang merasa dirinya yakin tahu tentang sesuatu, tetapi ternyata keliru? Mengapa manusia dapat keliru? Apa itu kepastian dan keraguan? Apa itu kebenaran, dan manakah tolok ukurnya? Apakah kebenaran sama dengan objektivitas? Dapatkah kita mengetahui objek pada dirinya? Bukankah kita hanya dapat mengetahui suatu objek sejauh tampak pada kita dan dapat kita tangkap? Apa hubungannya antara pengetahuan dan bahasa, pengetahuan dan kebudayaan? Adakah hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan? Kalau ada, bagaimana hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan dapat dijelaskan? Itulah beberapa pertanyaan pokok, dan masih banyak lagi, yang selama ini telah menyibukkan para epistemolog dari masa ke masa. Para epistemolog dari masa ke masa, sesuai dengan permasalahan pokok zamannya, masing-masing mencoba menggeluti salah satu atau beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas.

      Daftar Pustaka
      Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
      0 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

      Selasa, 18 Oktober 2011

      Hakikat Kebudayaan

      Diposting oleh Ypdn di 05.45
                Definisi penting yang pertama tentang kebudayaan diberikan oleh ahli antropologi Inggris Sir Edward B. Tylor dalam tahun 1871. Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai "kompleks keseluruhan, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan semua kemampuan dan kebiasaan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat." Definisi-definisi yang baru cenderung lebih mementingkan nilai-nilai dan kepercayaan yang abstrak, yang terdapat di belakang perilaku yang dapat diamati daripada perilaku itu sendiri.
                Didalam semua kebudayaan terdapat sejumlah karakteristik tertentu yang menjadi milik bersama. Studi tentang karakteristik itu dapat memberi pengertian tentang sifat dan fungsi kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan adalah milik bersama yang berupa cita-cita, nilai, dan norma-norma perilaku. Tidak mungkin ada kebudayaan tanpa ada masyarakat: yaitu sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu, yang saling bergantung satu sama lain dalam perjuangan hidup. Masyarakat terikat oleh hubungan-hubungan, yang ditentukan oleh struktur sosial dan organisasi sosial. Kebudayaan tidak mungkin tanpa masyarakat, meskipun mungkin ada masyarakat tanpa kebudayaan. Kebudayaan tidak semuanya serba seragam. Di dalam setiap masyarakat manusia pasti terdapat perbedaan antara peran pria dan wanita; juga variasi berdasarkan umur; dan terdapat juga kebudayaan yang memiliki sejumlah kebudayaan khusus. Kebudayaan khusus adalah suatu kelompok yang berfungsi didalam kerangka umum kebudayaan yang lebih besar, sambil menaati seperangkat peraturan yang sedikit berbeda dengan yang baku. Masyarakat majemuk adalah masyarakat dimana variasi kebudayaan khusus tampak dengan jelas. Karakteristiknya berupa kelompok-kelompok yang masing-masing berjalan menurut perangkat peraturannya yang berbeda-beda. Kebudayaan khusus di Amerika Serikat dapat dilihat pada orang Amish.
                Karakteristik dasar kedua dari semua kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan hasil belajar. Secara individual anggota masyarakat mempelajari norma-norma perilaku sosial yang diterima di dalam masyarakat melalui proses enkulturasi.
                Karakteristik ketiga adalah bahwa kebudayaan didasarkan pada sejumlah lambang. Kebudayaan diteruskan melalui komunikasi gagasan, emosi, dan keinginan yang diekspresikan dalam bahasa.
      Akhirnya, kebudayaan adalah terpadu, sehingga semua aspek kebudayaan berfungsi sebagai kesatuan yang integral. Akan tetapi, dalam kebudayaan yang berfungsi baik tidak dituntut harmoni seratus persen diantara semua unsurnya.
                Tugas seorang ahli antropologi adalah mengabstraksikan seperangkat peraturan dari apa yang diamatinya untuk menerangkan perilaku sosial orang. Agar dapat membuat paparan yang realistis tentang kebudayaan, bebas dari prasangka pribadi dan prasangka budaya, ahli antropologi harus:
      1. Mempelajari pengertian anggota tentang bagaimana masyarakat seharusnya berjalan
      2. Menentukan bagaimana seseorang berperilaku menurut pendapatnya sendiri
      3. Memaparkan bagaimana perilaku orang secara nyata
                Dalam perjalanan evolusinya, adaptasi kultural telah memberi peluang kepada manusia untuk bertahan hidup dan memencar ke berbagai lingkungan. Akan tetapi, kadang-kadang apa yang adaptif dalam situasi keadaan yang satu, atau dalam jangka pendek tidak cocok dalam situasi keadaan yang lain, atau dalam jangka panjang.
                Agar lestari, kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis yang pokok para anggotanya, memelihara kelangsungannya, dan memelihara tata tertib di antara para anggotanya dan di antara anggotanya dengan orang luar.
                Semua kebudayaan berubah dalam perjalanan waktu, kadang-kadang sebagai akibat masuknya orang luar atau karena nilai-nilai di dalam kebudayaan telah mengalami modifikasi. Kadang-kadang akibat yang tidak terduga berupa digerogotinya seluruh struktur sosial.
                Masyarakat harus menciptakan  keseimbangan antara kepentingan pribadi individu dan kebutuhan kelompok. Kalau salah satu menjadi dominan, akibatnya mungkin berupa hancurnya kebudayaan.
                Pertanyaan yang berulang-ulang dikemukakan oleh orang yang bukan ahli antropologi ialah, kebudayaan mana yang paling baik? Etnosentrisme ialah tendensi untuk menganggap kebudayaannya sendiri lebih baik daripada kebudayaan semua orang lain. Salah satu konsep yang digunakan oleh para ahli antropologi untuk melawan etnosentrisme adalah relativisme kebudayaan, yang berarti mempelajari kebudayaan menurut sifat-sifatnya sendiri, sesuai dengan norma-normanya sendiri. Baik pendekatan etnosentri maupun relativisme kebudayaan menggunakan ukuran-ukuran subyektif. Agar sampai tingkat tertentu dapat mencapai obyektivitas, ahli antropologi harus menggunakan kriteria yang berasal dari ilmu pengetahuan dan mempelajari kebudayaan berdasarkan suksesnya bertahan hidup.


      Daftar Pustaka
      Haviland, William A. 1985. Antropologi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
      1 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

      Budaya Dan Manusia: Beberapa Konsep Dasar

      Diposting oleh Ypdn di 04.41
      Budaya sebagaimana istilah ini digunakan dalam antropologi, tentunya tidaklah berarti pengembangan dibidang seni dan keanggunan sosial. Budaya lebih diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari. Suatu budaya misalnya, budaya Jepang mengacu pada pola-pola perilaku yang ditularkan secara sosial, yang merupakan kekhususan kelompok sosial tertentu.
      Para pakar antropologi belum tepat sama sekali, atau benar-benar konsisten, dalam memakai konsep yang penting ini. Beberapa upaya untuk memberikan definisi menunjukkan beberapa segi budaya:
      Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (Tylor 1871)
      Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu. (Linton 1940)
      (Semua) rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun yang implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia. (Kluckhohn dan Kelly 1945)
      Keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang ditimbulkannya (Kroeber 1948)
      Bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia. (Herskovits 1955)
      Pola, eksplisit dan implisit, tentang dan untuk perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol-simbol, yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk perujudannya dalam benda-benda budaya. (Kroeber dan Kluckhohn 1952)

      Budaya Sebagai Konsep Gagasan
      Goodenough (1957, 1961) telah mengemukakan bahwa kebanyakan definisi dan pemakaiannya telah mengaburkan perbedaan penting antara pola untuk perilaku dan pola dari perilaku. Kenyataannya, kata Goodenough, para pakar antropologi berbicara tentang dua tatanan semesta yang sangat berbeda jika mereka menggunakan istilah budaya - dan terlalu sering mereka mondar-mandir antara dua pengertian ini. Pertama, budaya digunakan untuk mengacu pada "pola kehidupan suatu masyarakat - kegiatan dan pengaturan material dan sosial yang berulang secara teratur" yang merupakan kekhususan suatu kelompok manusia tertentu (Goodenough 1961:521). Dalam pengertian ini, istilah budaya telah mengacu pada kedalaman fenomena benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang bisa diamati "di sana" di dunia. Kedua, istilah budaya dipakai untuk mengacu pada sistem pengetahuan dan kepercayaan yang disusun sebagai pedoman manusia dalam mengatur pengalaman dan persepsi mereka, menentukan tindakan, dan memilih diantara alternatif yang ada. Pengertian budaya yang demikian ini mengacu pada dunia gagasan.
      Kita akan membatasi istilah budaya sebagai suatu sistem pemikiran. Budaya dalam pengertian ini mencakup sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia. Budaya yang didefinisikan seperti itu mengacu pada hal-hal yang dipelajari manusia, bukan hal-hal yang mereka kerjakan dan perbuat. Sebagaimana dikatakan oleh Goodenough (1961:522), pengetahuan ini memberikan "patokan guna menentukan apa, . . . guna menentukan bisa jadi apa, . . . guna menentukan bagaimana kita merasakannya, . . . guna menentukan apa yang harus diperbuat tentang hal itu, dan . . . guna menentukan bagaimana melakukannya".


      Budaya Sebagai Sistem Makna Yang Dimiliki Bersama
      Budaya tidak terdiri dari benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dapat kita amati, hitung dan ukur: budaya terdiri dari gagasan-gagasan dan makna-makna yang dimiliki bersama-sama. Clifford Geertz, meminjam dari pakar filsafat Gilbert Ryle, memberikan contoh yang menarik. Misalnya kejapan mata (yang tidak disengaja) dan kedipan mata yang disengaja. Sebagai peristiwa lahiriyah, keduanya mungkin serupa - pengukuran keduanya tidak akan menemukan perbedaan. Yang satu adalah tanda, kode yang mengandung makna yang sama bagi orang Amerika (tetapi yang mungkin tidak akan bisa dimengerti oleh orang Eskimo atau orang Aborijin Australia). Hanya dalam kesemestaan makna yang dimiliki bersama, bunyi-bunyi dan peristiwa-peristiwa fisik bisa dipahami dan meneruskan informasi.
      Geertz berpendapat bahwa makna-makna budaya adalah umum, dan realisasinya terdapat pada pemikiran masing-masing orang. Suatu sandi untuk berkomunikasi ada dalam pengertian yang berada di luar pengetahuan perseorangan tentang hal itu. Sebuah kuartet Beethoven ada dalam pengertian yang menembus individu-individu yang mengetahuinya, memainkannya atau mencetak buku musiknya.


      Daftar Pustaka
      Keesing, Roger M.  1981. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Penerbit Erlangga.
      1 komentar
      Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
      Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
      Langganan: Postingan (Atom)

      Sponsored

      • banners
      • banners
      • banners
      • banners

      Tulisanku Yang Lain...

      • ►  2014 (1)
        • ►  Juli (1)
      • ▼  2011 (9)
        • ►  November (2)
        • ▼  Oktober (7)
          • Wawancara Etnografis
          • Etnologi, Etnografi dan Primitif
          • Emik dan Etik
          • Jerawat Sesuatu Banget .. :)
          • Epistemologi : Beberapa Pengertian Dasar
          • Hakikat Kebudayaan
          • Budaya Dan Manusia: Beberapa Konsep Dasar
      • ►  2010 (8)
        • ►  Juni (1)
        • ►  Mei (7)

      Followers

      Kalo OL Inget Waktu!! :)

      SMS GRATIS !! Klik Close Ads Dulu... :)

      Labels

      • MUSIK (3)
      • Sevenfoldism (1)
      • Yuk Tingkatkan Skill Gitar.... (4)

      Counter

      Feedjit Live Traffic

       

      © 2010 My Web Blog
      designed by MN Website Templates | Bloggerized by Yudha Arya Pradana | go to my facebook